17.8.07

SIAGA PEMUDA: Perjuangkan Kemerdekaan Nasional II

--------------------------------------- sticker berisi teks Proklamasi --------------------------------

Hari ini, 17 Agustus 2007, kawan-kawan FPPI Jakarta dan Pimpinan Nasional turun di Bundaran HI untuk memperingati hari kemerdekaan RI. dalam pada itu aksi yang dikemas dalam format upacara 'alternatif' ini mengusung topik perjuangan anti imperialisme modal sebagai wajah baru penjajahan dunia. karenanya -- meski hanya diikuti oleh sekitar 40an massa aksi-- FPPI 'melaunching' Proklamasi Perjuangan sebagai refleksi dan pemaknaan ulang atas kemerdekaan bangsa Indonesia dari sejarah imperialisme. dengan ini pula diserukan kepada seluruh pimpinan kota di seluruh Indonesia untuk melakukan aksi sebagaimana dimaksud. di bawah ini adalah Pernyataan sikap yang dapat direferensi, dan tidak menutup kemungkinan untuk membawa muatan lokal sejauh tetap dalam frame pemahaman yang sejalan.

SIKAP POLITIK PEMUDA:
PERJUANGKAN KEMERDEKAAN NASIONAL KEDUA

Sejarah Indonesia modern tidak dapat dilepaskan dari kolonialisme-imperialisme. Kemerdekaan politik yang kita proklamasikan pada 17 Agustus 1945 telah menjadi tonggak lahirnya nation-state Republik Indonesia. Namun kedaulatan yang kita miliki hingga hari ini ternyata tidak dengan sendirinya menjadikan Indonesia terlepas dari penetrasi kekuatan-kekuatan asing yang imperialistik. Hal inilah yang sering diingatkan oleh Bung Karno dalam jargonnya “revolusi belum selesai”. Ini menandakan bahwa Revolusi Kemerdekaan 1945 sesungguhnya merupakan suatu tahapan awal untuk menorehkan lembaran sejarah baru yang mampu menjadi ingatan atas kedaulatan absolut rakyat Indonesia untuk bebas dari segala bentuk penghisapan dan penindasan.

Luasan wilayah NKRI yang mencapai kurang lebih dua juta km persegi, dengan hamparan 13. 699 pulau dengan total penduduk 203, 46 juta jiwa yang di dalamnya hidup sekitar 495 rumpun bahasa dalam kelompok etnis dan 5 agama resmi plus puluhan aneka kepercayaan, telah mengandung potensi konflik yang bisa direkayasa oleh kepentingan para pemodal untuk memecahbelah integritas ekonomi politik masyarakat Indonesia. Sejarah pun pernah mencatat, kelahiran Indonesia ‘muda’ pun masih harus berhadapan dengan kekuatan separatisme seperti PRRI Permesta, DII-TII, RMS dan lain-lain sebagai akibat perebutan dan penguasaan akses ekonomi politik kolonialisme dan kapitalisme internasional yang menjadikan perbedaan identitas masyarakat sebagai sumbu yang sewaktu-waktu bisa disulut.

Rezim silih berganti, namun hanya melahirkan krisis multidimensi yang begitu kompleks. Sebut saja, problem sengketa agraria, liberalisasi pendidikan, liberalisasi tenaga kerja sampai munculnya kebijakan negara yang anti rakyat dan pro modal telah membuat tergadainya kekayaan sumber daya alam ke dalam cengkraman Kapitalisme Internasional. Belum lagi, penerapan investasi yang tidak pernah nyambung dengan kebutuhan publik masyarakat telah mengakibatkan kesenjangan sosial ekonomi yang begitu hebat sehingga di beberapa daerah terbelakang di luar jawa justru semakin menyulut kemarahan masa— lalu berkeinginan memerdekan diri untuk lepas dari pangkuan ibu pertiwi. Dan sejarah pun mencatat pula, bahwa embrio konflik disintegrasi masa lalu tidak terlepas dari kepentingan Kapitalisme Internasional untuk memecah belah NKRI agar penetrasi ekonomi politik liberalnya bisa masuk dengan mudah.

Refleksi situasi diatas, suka tidak suka menuntut kita untuk memaknai ulang perayaan kemerdekaan nasional yang selalu dirayakan pada tanggal 17 Agustus 1945 tiap tahunnya. Dari persoalan perseteruan perusahaan-perusahaan Blok Migas di Sulawesi yang berimbas pada konflik horisontal di tingkatan masyarakatnya serta penembakan petani yang dilakukan oleh Polisi Kehutanan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai akibat sengketa tanah antara rakyat dengan Dept. Kehutanan sampai persoalan penetapan Rancangan Peraturan Pemerintah Ketenagakerjaan menjadi PP sebagai tindak lanjut dari gagalnya revisi UUK No 13 untuk memperbaiki iklim investasi nasional dengan menggadaikan tenaga kerja Indonesia—bahkan sampai problem komersialisasi pendidikan dengan adanya RUU Badan Hukum Pendidikan yang pada akhirnya akan berbanding lurus dengan tingginya angka putus sekolah dan meningkatnya angka pengangguran, ini semua bisa menjadi sederetan bukti nyata dan pertanyaan, sesungguhnya dimanakah esensi sesungguhnya Kemerdekaan Nasional yang selalu dirayakan tiap tahunnya yang selalu berbarengan dengan munculnya problem-problem baru yang melilit kesejahteraan rakyat Indonesia.

Singkat kata, sulit membayangkan hiruk pikuk perayaan kemerdekaan ketika masih banyak terjadi wabah penyakit merajalela dimana-mana, angka pengangguran yang semakin tinggi, naiknya harga sembako bahkan sampai praktek-praktek brutal eksploitasi investasi asing yang sewenang-wenang menghisap sumber daya alam ibu pertiwi dan memarjinalkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Maka, siapapun rezim yang berkuasa hari ini tidak pernah bisa akan menjadi faktor dominan bagi perubahan riil kesejahteraan masyarakat indonesia ketika seluruh kekayaan alam dan kebijakan negara masih hanya menguntungkan segelintir elit birokrasi dan kroni-kroninya serta kepentingan Kapitalisme Internasional.

Untuk itu, bersamaan dengan kehendak Rakyat Indonesia yang merindukan Kemerdekaan Nasional yang sejati maka kami Pimpinan Nasional Front Perjuangan Pemuda Indonesia menyerukan Sikap Politik Pemuda Perjuangkan Kemerdekaan Nasional 2 dengan menuntut :

1. Kembalikan Tanah Rakyat yang Terampas dan Wujudkan Revolusi Agraria
2. Cabut UU dan Peraturan Ketenagakerjaan yang tidak Berpihak kepada Kaum Buruh
Indonesia serta Naikkan Upah Buruh
3. Hentikan praktek liberalisasi dan Komersialisasi Dunia Pendidikan dan
Wujudkan Pendidikan Murah untuk Rakyat
4. Sita Harta aset-aset Koruptor dan Bangun Industrialisasi Nasional yang
Berpihak kepada Rakyat
5. Subsidi penuh untuk kesejahteraan rakyat dan sediakan Lapangan Kerja untuk
Rakyat

"MENOLAK TUNDUK MENUNTUT TANGGUNG JAWAB"


PIMPINAN NASIONAL
FRONT PERJUANGAN PEMUDA INDONESIA
2006-2009




No comments: