25.8.08

Lanjutan Sidang Penangkapan Petani Ujung Kulon

Lanjutan Sidang Penangkapan Petani Ujung Kulon
Di Hadapan Sidang Walman & Hendi Akui Pemaksaan
Jaksa dan Penyidik Kalang Kabut
Oleh; Sahat Tarida

[20 Agustus 2008] Walman dan Hendi, dua warga Ujung Kulon yang sejak April lalu menjadi tahanan di Polres Pandeglang. Kini keduanya memasuki masa persidangan yang enam pada 19 Agustus lalu.

Pada sidang minggu sebelumnya, setelah perdebatan yang alot, dua laki-laki yang mengakrabi tanah sebagai mata pencaharian di kampungnya mengakui tindakan pemaksaan dan kekerasan dalam proses penyidikan. Hal ini dibantah oleh Bripka Khaerul. " Dalam proses penyidikan, kami berprilaku sangat ramah dan memberikan pemahaman tentang dakwaan yang diajukan," ujar Khaerul dalam proses persidangan. Bripka Khaerul adalah penyidik yang menangani Hendi. Khaerul memulai karirnya dikepolisian sejak 1999, dan baru pada tahun 2001 bertugas di Polres Pandeglang.

Hal ini dibantah oleh Hendi. "Saya diperlakukan tidak manusiawi. Gertakan, ancaman, hingga pemukulan itu bukan suatu kebohongan." Ujar Hendi tegar di hadapan majelis hakim. Hendi percaya ada hukum yang lebih adil. "Sebagai umat beragama, segala sesuatunya akan dipertanggungjawabk an di hadapan Tuhan, tambah Hendi mantap.

Tak berbeda dengan Hendi, Walma membantah keterangan yang disampaikan oleh Bripka Akhmad (Penyidik Sdr. Walman). "Saya dipukuli, ditendang, tapi bukan oleh saudara saksi." Menurut pengakuan Walma, penyidik yang memeriksa tersangka atas tuduhan perambahan hutan di Ujung Kulon terdiri lebih dari dua petugas.

Penangkapan dua petani yang menjadi anggota Serikat Tani Ujung Kulon ini merupakan buah dari konflik tapal batas wilayah antara warga Ujung Kulon dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Surat pembayaran pajak bangunan dan hasil bumi yang dimiliki warga tidak dianggap sebagai bukti kepemilikan lahan warga di Ujung Kulon. Sebagian besar dari warga sendiri kini tidak lagi memiliki sertifikat tanah asli sejak beberapa tahun lalu. Hal ini atas tindakan BPN Pandeglang yang menarik girik cap Garuda milik warga, untuk diganti dengan sertifikat tanah yang baru. Girik hilang, sertifikat tanah tak datang.

Suhendi dan Walma ditangkap sejak April lalu. Penangkapan yang tidak disertai berkas penangkapan ini juga sempat memicu ketakutan warga Ujung Kulon akibat tindakan aparat yang tidak manusiawi dan turut merusak rumah warga.

Konflik tapal batas ini juga telah meminta nyawa seorang warga Ujung Kulon yang tewas tertembus timah panas. Namun, pelaku penembakan dilepaskan dari hukuman. Ruang persidangan, dimana kebenaran dipertaruhkan. Namun, hingga saat ini hukum di Indonesia belum lagi mampu untuk meniscayakan keadilan dan kebenaran.