10.9.08

Unjuk Rasa Pemuda Warnai Pembacaan Pledoi

Oleh; Sahat Tarida

Masih dari Pendeglang, Banten. Front Perjuangan Pemuda Indonesia, pimpinan kota Pandeglang, Banten ramaikan pembacaan pledoi sidang penangkapan 2 petani. Massa FPPI mengutuk keras sikap aparat dalam penangkapan petani.

Sebelumnya, Hendi dan Walma ditangkap tanpa surat penangkapan atau pemberitahuan penangkapan. Penangkapan dilakukan oleh polres Pandeglang saat malam, sembari merusak kediaman tersangka. "Kami menuntut kepada Hakim agar mencabut segala tuduhan yang didakwakan kepada 2 pejuang petani. Petani bukan penjahat tetapi pahlawan pangan ummat," teriak Eman Sulaeman, Ketua FPPI Pandeglang.

Aksi ini juga diikuti oleh Kamirudin, kepala desa tempat dua tersangka tinggal. Penangkapan dua warganya bagi Kamirudin merupakan bentuk ketidakadilan hukum. "Awal masalahnya dari perluasan batas TNUK tanpa koordinasi ke aparat desa dan warga, kenapa pihak TNUK tidak ditahan ?” Kamirudin, Lurah Desa Ujung Jaya, kecamatan Sumur.
Usai berorasi di depan gerbang gedung PN Pandeglang, massa masuk ke dalam ruang persidangan. Pengawalan aparat keamanan begitu ketat.

Sementara itu, dalam pembelaannya, tim penasehat hukum petani dari Indonesian Human Rights Committee (IHCS) for Social Justice, menegaskan, bahwa dakwaan JPU kabur, tidak cermat dan tepat. Ini dilandasi dari kesaksian para saksi yang dihadirkan—baik dari pihak petani maupun JPU. “Tidak ada bukti, yang secara langsung menguatkan tuduhan penebangan kayu. Saksi tidak ada yang melihat.” Janses Sihasolo.





5.9.08

Setelah Tak Dihadiri Jaksa, Sidang Tuntut Hukuman 2 Tahun penjara




Pandeglang, Banten. Sidang dibuka pukul 13.30 WIB dengan Agenda Pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pada sidang minggu sebelumnya, jaksa penuntut umum tidak menghadiri persidangan. Walhasil, janji majelis hakim untuk tetap meneruskan persidangan tidak terjadi. "Padahal hakim janji, sidang akan terus berlanjut, sidang tidak dilanjut gara-gara jaksanya kabur " ujar Eman Sulaeman, pimkot FPPI Pandeglang.

Tidak dilanjutkannya agenda persidangan otomatis menyia-nyiakan dua orang pengacara dari IHCS-Jakarta. Setiap minggunya, sidang atas tuduhan pembalakan liar dua petani Ujung Kulon, didampingi tim kuasa hukum Indonesian Human Rights Committee (IHCS), yang dikomandoi oleh Ecoline Situmorang.

Untuk kedua terdakwa, Walman warga Kampung Legon Pakis, dan Hendi warga Kampung Tanjung Lame, Desa Ujung Jaya, Kecamatan Sumur. Keduanya dituntut atas pelanggaran UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 50 ayat 1 dan 3) tentang perambahan hutan. JPU menuntut masing-masing terdakwa dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 500.000 ribu atau subsider 3 bulan kurungan.

" Tanah yang kami kelola adalah tanah nenek moyang kami yang dimiliki turun-temurun. Warga di kampung kami melakukan hal yang sama," ujar terdakwa dalam pembelaannya. Hingga saat ini, belum ada pembahasan sidang mengenai masalah pokok. Kisruh sengketa lahan terjadi atas klaim TNUK terhadap lahan warga. Warga yang membayar pajak hasil bumi dan bangunan atas tanah yang mereka kelola, menolak klaim TNUK. Satu warga tewas tertembak polisi hutan tahun 2006. Lima orang warga ditahan pada tahun 2007 atas tuduhan provokator pembakaran pos jaga polhut.

TNUK, melalui jagawan juga kerap merusak tanaman warga, namun warga tidak melakukan perlawanan yang berarti. Minggu depan, 9 September 2008, persidangan dilanjutkan dengan agenda Pledoi. Rencananya, anggota Serikat Tani Ujung Kulon dan Front Perjuangan Pemuda Indonesia akan meramaikan persidangan dengan aksi. "Hukum harus melihat masalah pokok yang terjadi. Ada sengketa lahan, ketidakjelasan tapal batas. Jika ini tidak dilakukan, petani yang ditangkap, ditembak, ditahan akan terus bertambah jumlahnya," Rahmat Pasau, ketua FPPI. Rahmat menilai bahwasanya kasus ini melupakan sengketa lahan tanah milik TNUK dan warga.[sahat]