15.8.07

“DEFENDING OUR REPUBLIC FOR RESPUBLICA”

(pertahankan republik untuk Res-Publica)

Benarkah pilihan-pilihan sejarah manusia sedemikian harus dibatasi dengan garis yang memisahkan atau menghubungkan sosialisme dan kapitalisme? Kalau demikian halnya, alangkah sempitnya dunia; alangkah miskinnya manusia. (Manipol FPPI Nasional Demokrasi Kerakyatan). Berangkat dari sebuah pernyataan tersebut, membuat kita akhirnya sebagai kaum pergerakan harus berani segera mengambil sikap tegas atas sejarah Indonesia. Sikap yang semata-mata tidak hanya diwujudkan dalam hujatan-hujatan terhadap para penguasa zolim ataupun tindakan heroisme dan keterburu-buruan semata yang terkadang selalu terjebak dan selalu berujung pada kalkulasi untung rugi sosial saja.

Pendekatan atas sejarah teori atau pendekatan teori sejarah menjadi hal yang sangat fundamental untuk dipilih dalam merangkai sebuah bangunan Ideologi. Sejarah Indonesia modern tidak dapat dilepaskan dari kolonialisme-imperialisme. Kemerdekaan politik yang kita proklamasikan pada 17 Agustus 1945 menjadi tonggak lahirnya nation-state Indonesia. Kedaulatan yang kita miliki tidak dengan sendirinya menjadikan Indonesia terlepas dari penetrasi kekuatan-kekuatan asing yang imperialistik. Hal inilah yang sering diingatkan oleh Bung Karno dalam jargonnya “revolusi belum selesai”. Secara internal, Indonesia ‘muda’ juga masih menghadapi konsolidasi kekuatan-kekuatan sosial-politik dan sisa-sisa feodalisme. Yang terakhir dapat dikatakan sebagai ‘benalu’ bagi Indonesia yang sedang menuju menjadi negara demokratis.

Membaca lika liku perjalanan bangsa ini tidaklah bisa dibaca secara parsial semata. Bangkitnya sosialisme sebagai antitesa dari kapitalisme ternyata menjadi cikal bakal dari lahirnya aliran-aliran ideologi baru di dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Luasan wilayah yang mencapai kurang lebih dua juta km persegi, dengan hamparan 13. 699 pulau dengan total penduduk 203, 46 juta jiwa yang di dalamnya hidup sekitar 495 rumpun bahasa dalam kelompok etnis dan 5 agama resmi plus puluhan aneka kepercayaan. Realitas ini suka atau tidak suka banyak mengandung potensi konflik besar yang bisa mengoyak kehidupan masyarakat dengan segala perbedaannya.

Untuk itulah, pilihan atas sebuah ideologi sebagai suatu cara pandang masih menjadi relevan untuk dijadikan alat psikoanalisa membaca republik ini. Sebab kukungan Neoliberalisme dan Neokolonialisme telah menjadikan perkembangan sejarah masyarakat Indonesia tidak berkembang secara wajar. Sudah seharusnya, kaum pergerakan Indonesia dan penguasa negeri ini mampu membaca dan melihat banyaknya momentum-momentum internasional yang bisa kita gunakan untuk melakukan terobosan guna menaikkan posisi tawar republik ini untuk segera keluar dari cengkraman Neo liberalisme dan Neo kolonialisme.

Untuk itu sekarang sudah waktunya kita bangsa dan Negara Indonesia membuat sebuah batasan dan sekaligus mencari AKHIRAN dari kerja panjang penindasan-pembisuan-pembodohan yang menimpa kita selama ini. Dengan adanya pelatihan Sekolah Kader Nasional ini diharapkan menjadi media pendidikan untuk secara bersama-sama kita berpikir dan bekerja keras untuk keluar dari keterpurukan, dengan menciptakan sebuah pijakan yang kokoh agar terwujud sebuah Negara Nasional yang mandiri, Demokratik dan berorientasikan Kerakyatan.

No comments: