17.2.07

Globalisasi, Sebuah Catatan Singkat

Oleh: Mujibur Rohman*

Saat ini kita sedang memasuki tatanan global di mana batas teritorial antarnegara runtuh. Ruang dan waktu ringkas dengan kemajuan dan kemudahan teknologi. Peran negara menjadi minim—kalau tidak dikatakan hilang sama sekali. Segala hal yang berhubungan dengan kehidupan kenegaraan justru ditentukan oleh sistem di luar negara semisal pasar dan kesepakatan internasional.

Paham global (globalisme) bukan lagi barang mewah yang dikonsumsi elit tertentu, sebab hampir setiap orang mengamininya. Pula dengan globalisasi yang kemudian menjadi “agama” baru, menjadi diskursus di hampir semua institusi pendidikan, bahkan agungkan banyak orang.
Sejalan dengan perkembangan teknologi kapitalisme mengalami perkembangan yang sama pesat hingga memasuki tahap akhir (late capitalism). Menurut F. Jameson (1991), ada tiga tahap perkembangan kapitalisme dengan cirinya masing-masing. Pertama, kapitalisme awal menjadikan bahan mentah menjadi komoditi dengan nilai tukar yang lebih besar. Kedua, kapitalisme tahap kedua menjadikan buruh sebagai komoditi yang masuk ke dalam area pasar. Ketiga adalah tahap akhir dari kapitalisme (late capitalism).

Massifnya pergerakan modal menjadi ciri khas perkembangan sistem kapitalisme global yang sekaligus menandai perkembangan kapitalisme akhir. Di sini muncul doktrin baru untuk melakukan invasi dan menanamkan investasi di negara lain berbentuk modal. Kompetisi bukan hanya antar perusahaan dalam satu negara, namun perusahaan asing yang tergabung dalam korporasinya (Multi National Corporations/ MNCs dan Trans National Corpotarions/ TNCs). Persaingan satu perusahaan yang didukung negara dengan perusahaan lain yang didukung negara lain.

Agar unggul dalam persaingan tersebut negara memberikan insentif kepada perusahaan untuk melakukan berbagai tekanan ke negara lain baik di bidang ekonomi, politik dan militer. Beberapa yang mereka lakukan yakni, pertama, elit pengusaha memaksa pemerintah menghapus peraturan yang menghalangi perusahaan asing beroperasi. kemudian mengganti dengan peraturan baru yang mendukung masuknya investasi. Misalnya menciptakan keamanan, sistem kerja yang fleksibel dan insentif beban pajak.

Kedua, membuka kemudahan jalur distribusi dengan memaksa pemerintah untuk menghapus bea masuk. Ketiga, di wilayah internal, perusahaan menerapkan kebijakan guna mengimbangi klausul yang mereka ajukan pada pemerintah. Diantaranya, sistem buruh kontrak, upah buruh rendah sebagai usaha menekan biaya produksi.

Neoliberalisme
Kebangkitan kembali liberalisme yang akrab dengan sebutan neo-liberalisme erat kaitannya dengan kapitalisme global. Neo liberalisme sebagai wujud baru liberalisme menguasai hampir seluruh sistem perekonomian dunia. Sebagaimana kita ketahui liberalisme mulanya dicetuskan ekonom Inggris, Adam Smith, dalam bukunya The Wealth of Nations (1776). Ia berasumsi bahwa, ekonomi akan berkembang dan membawa kemakmuran bagi rakyat bila pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap pasar. Mekanisme pasar diserahkan sepenuhnya kepada pelaku ekonomi. Bila individu dibiarkan mengejar kepentingannya maka dengan sendirinya kepentingan umum akan terpenuhi.

Saat ini di tingkat global, mekanisme tersebut mengakibatkan persaingan pasar yang begitu massif antarnegara. Berbagai cara dilakukan untuk menangguk keuntungan sebesar mungkin. Gesekan antar negara tak terelakkan. Dalam kancah ini negara yang memiliki dominasi paling besar keluar sebagai pemenang. Negara-negara maju yang kuat modal, militer maupun perangkat pengetahuan berkelompok lalu menguasai dan melakukan dominasi bagi negara miskin dan terbelakang.

Sudah tentu persaingan tersebut berlangsung tidak adil. Kuatnya dominasi dan penguasaan pasar tak pernah peduli lagi berapa biaya sosial yang mesti ditanggung. Terpenting ialah keuntungan yang sebesar-besarnya. Kedaulatan negara menjadi tak berharga dibanding kedaulatan ekonomi yang berarti penguasaan atas pasar.

Pola hubungan antara negara maju dengan negara berkembang bukan relasi yang setara. Tapi hubungan antara dewa dengan hamba. Adanya institusi keuangan internasional (International Finantial Institutions/ IFIs)—seperti IMF, World Bank--yang dipelopori oleh negara-negara maju mengukuhkan hubungan tersebut. Dimana seolah-olah negara mejau menjadi dewa penolong untuk kesejahteraan negara berkembang dan negara miskin. Namun di balik itu, alih-alih mereka mencengkeramkan dominasi kekuasaanya.

Dengan hutang luar negeri serta berbagai kesepakatan program penyesuaian struktural sebenarnya terjadi pola ketergantungan yang hegemonik. Melalui proyek hutang luar negeri tersebut negara maju kembali menjajah negara terbelakang. Agenda pokok paket kebijakan yang menjadi acuan program penyesuaian struktural IMF yakni: a. pelaksanan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya, b. liberalisasi sektor keuangan, c. liberalisasi sektor perdagangan, dan d. pelaksanaan privatisasi BUMN.

Beberapa program di atas menjadi prasyarat mutlak yang harus dipenuhi ketika mengajukan hutang ke lembaga donor internasional. Sama halnya dengan keinginan untuk meminang seorang gadis yang mesti menyediakan mahar sebagai syarat. Tanpa ada sayarat yang dipenuhi maka tidak akan ada pemberian hutang.

Jantung neoliberalisme adalah bagaimana segala sesuatu diukur secara ekonomistik. Logika yang berkembang di masyarakat adalah logika pasar yang menghitung untung-rugi. Pelayanan publik tak luput tunduk pada logika pasar, ia menganut hukum penawaran dan permintaan. Tak pelak lagi segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan publik dikomersilkan sedemikian rupa. Subsidi sebagai salah satu upaya mendongkrak kesejahteraan rakyat dianggap pemborosan yang harus dikurangi bahkan dipangkas.

Logika pasar di atas mengakibatkan terciptanya homo economicus, manusia berdimensi ekonomi yang selalu mempertimbangkan untung-rugi. Apa yang diberikan dan apa yang harus didapatkan. Dimensi manusia mulai terkikis. Pasar memasuki sendi kehidupan manusia. Apa yang bisa dijadikan komoditas dimodifikasi agar bernilai jual. Bahkan relasi sosial menjadi relasi ekonomi sebagaimana halnya pasar. [ ]

---------------------------------------
*Mujibur Rohman, Sekjend FPPI Dewan Kota Salatiga tahun 2004-2005.


12.2.07

Puisi LODZI

P E M U D A

hayo, bung!
jabat erat tangan kita
pemuda tak datang untuk kalah
tak lahir demi menyerah

jika seribu mimpi telah kita terbitkan menjadi matahari
maka akan ada sejuta pecundang yang 'kan datang untuk mencuri

jika perompak lari tunggang langgang saat menjarah
itu tandanya babakan lain penjarahan baru bermula

tapi janji hati yang kita selipkan di sela sela malam,
di buku diary dan nyanyian nyanyian
sepi akan menjaganya

kita hanya butuh kata percaya
bahwa darah merah saga
yang kita sediakan untuk cinta
adalah harapan hidup kaum papa
dalam nyanyian keringat nasib yang nestapa:
tiada ini sia sia!

hayo, bung!
jabat erat tangan kita
sebab pemuda tak lapang demi tak rela
lahir tuk jadikan api jaman tetap menyala
dan lahirkan lagi seribu pemuda
sebelum kita pun beranjak menjadi tua
hayo, bung!

Malang, 4 desember '06

JIWA YANG MELAWAN

jiwa yang yang diasah oleh jalan
tegak dan melawan!
langkah yang dibimbing oleh jalan
tak pernah tinggalkan jalan!

ia tak asing dengan segala dusta
mafhum pada setiap lagu pura pura
orang yang dikalahkan
dan menyadari ketakberdayaan
adalah orang yang sedang mendadarkan
hikmah kekalahannya
menjadi inti tetes darah bagi jalan hidup
ia singsing lengan baju perjuangan
ia songsong matahari kemenangan

orang yang terus melawan
adalah ia yang maklum
akan seluruh resiko perlawanannya

orang yang terus melawan
adalah ia yang mafhum
akan setiap manifesto kesadarannya

orang yang terus melawan
adalah jiwa abadi bagi setiap jalan
anak kandung yang diberkati
oleh semangat semua zaman

www.infectionary.blogspot.com