15.8.07

SEKOLAH KADER NASIONAL FPPI: “Defending Our Republic for Respublica”

“Perlawanan Seratus Orang yang Tidak Berpendidikan adalah Pemberontakan,
Perlawanan Satu Orang yang Berpendidikan adalah awal dari Pergerakan”


SEWINDU lebih reformasi telah bergulir di negri ini namun jalan baru bagi rakyat Indonesia untuk mendapatkan kemakmuran serta kedaulatannya sendiri belum pernah tercapai hingga detik ini. Sekiranya inilah yang menjadikan hingga detik ini mengapa FPPI masih ada dan masih layak untuk dipertahankan di tengah hiruk pikuk dinamika gerakan sosial yang telah menjamur dimana-mana. Memahami intensifikasi penindasan yang terjadi di negri ini tentu tidak bisa kita lakukan secara parsial dan terpisah-pisah. Dan tentu saja, kritik oto kritik serta reevaluasi dan evaluasi atas pengolahan gagasan yang komprehensif, sistematika kerja organisasi bahkan sampai sistematisasi manajerial organisasi dari pemaknaan kita atas pengelolaan administrasi organisasi sampai perapian dan penataan dokumentasi atas sekian eksperimentasi kerja dan terobosan-terobosan dari kawan-kawan yang telah bekerja dan berproyeksi dimana-mana menjadi kebutuhan yang mendesak untuk segera kita kerjakan. Sistematisasi komunikasi dan koordinasi kerja atas laju gerak perubahan di semua lini tentu membutuhkan energi yang cukup besar dan kesabaran serta ketangguhan etos kerja dalam meniti perubahan itu sendiri menjadi sesuatu yang harus melekat dalam setiap insan kader yang akan lahir guna menjadi bagian dari pelaku sejarah perubahan itu sendiri.

Terpuruknya situasi masyarakat hari ini dalam konteks sosial, budaya, politik dan moral masyarakat bangsa ini, sudah menjadi bagian yang tidak mampu dihindarkan bahkan menghindarkan diri dari situasi yang ada. Lengsernya rezim otoritarian-birokratik Orde Baru yang seharusnya diikuti oleh transisi demokrasi ternyata malahan terjebak dalam struktur politik yang menjelma menjadi kekuatan oligarki politik. Keputusan politik nasional yang didominasi oleh beberapa partai besar sampai hari ini ternyata tidak terlepas dari konstelasi politik perebutan kekuasaan semata yang masih saja berimplikasi terhadap sekian rekayasa peristiwa sosial di tingkatan grass root.


Untuk itu kerja-kerja advokasi kerakyatan tidak bisa terjebak dalam bingkai aktivisme dan romantisme pergerakan masa lalu, melainkan sebagai upaya untuk mendorong peristiwa sosial menjadi peristiwa politik. Front Perjuangan Pemuda Indonesia percaya bahwa posisi pergerakan, organisasi dan ideologi perjuangan, sebagai suatu siasat kebudayaan pemuda menyikapi penderitaan rakyat menghadapi penindasan-penghisapan, bukan dan tidak boleh berada di bawah (ke)sadar(an) massa. Posisi seperti itu hanya akan menghasilkan pengulangan sejarah hilangnya revolusi semata-mata sebagai mimpi buruk rakyat buruh dan tani. Keterlambatan ideologi kaum pergerakan mengantisipasi gelombang baru pemiskinan dan pembodohan harus diatasi dengan menggali nilai-nilai perjuangan-perubahan dari dasar-dasar penindasan-penghisapan; baik ia bernama mode produksi, mode konsumsi, atau sebatas mode distribusi ekonomi politik masyarakat. Setiap upaya pergerakan yang mengatasnamakan perjuangan-perubahan tetapi tidak mencoba memasuki relung dalam ekonomi politik yang menjadi dasar segala “alasan” berputarnya roda sejarah masyarakat, hanya akan melahirkan tindakan mempersoalkan untung rugi sosial dan tidak bisa jadi jaminan berakhirnya penindasan-penghisapan kemanusiaan.

Seluruh jajaran pengurus Pimpinan Nasional FPPI juga sadar sesungguhnya percepatan beberapa pembasisan pemuda (Buruh-Petani-KMK-Mahasiswa) serta kerja-kerja perluasan front di beberapa kota menuntut kaum pergerakan untuk semakin jernih dalam mencerdasi setiap kontradiksi yang terjadi di dalam masyarakat. Untuk itu, berangkat atas gagasan bersama yang telah dicetuskan dalam Kongres Nasional FPPI Nasional IV yang bertemakan “Meneguhkan Demokrasi Rakyat Melalui Jalan Pergerakan Ekstra Parlementer”, memberikan pesan bahwasanya sedari awal kaum pergerakan tidak perlu merasa alergi terhadap instrumen-instrumen kekuasaan sebagai alat dari perjuangannya. Namun yang harus segera kita garis bawahi adalah bagaimana pemaknaan kita atas kekuasaan itu sendiri, kekuasaan bagi FPPI haruslah diletakan dalam pengertian garis massa itu sendiri. Kelahiran FPPI untuk Respublika mempunyai arti bahwasanya bagaimana kita mampu menggali dan menggalang (institusionalisasi) potensi masyarakat yang berserak dimana-mana dan yang telah terkotak-kotak oleh pengelompokan identitas baik di ranah sosialnya maupun di tingkatan bangunan garis politiknya sendiri, guna dikonsolidasikan sebagai capital costs sebagai pondasi dasar dari kedaulatan Negara yang berpihak kepada masyarakat. Dari situlah kekuasaan sejati yang sesungguhnya akan lahir, sehingga negosiasi-negosiasi politik yang akan dilakukan harus tetap bersandar atas pembangunan relung dalam (inner world) sistem masyarakat itu sendiri baik di tingkatan rasionalisasi atas bangunan sosial politik masyarakatnya serta yang terlebih penting lagi adalah peningkatan dan pengelolaan kapasitas cara produksi ekonomi politik masyarakatnya. Sehingga pemaknaan atas manifestasi atas pergerakan ekstraparlementer adalah suatu fase awal dan jalan panjang yang harus ditempuh guna melahirkan blok sosial baru masyarakat Indonesia yang anti kapitalisme demi terwujudnya kemerdekaan 100% rakyat Indonesia atas tanah, pangan, mineral, air dan tambang ibu pertiwi sendiri.

Disinilah relevansi mengapa prinsip-prinsip bangunan ideologi pembebasan yang ditransformasikan dalam PENDIDIKAN KADER menjadi bagian yang sangat fundamental untuk segera kita kerjakan. Maka, sebagai turunan atas tema orientasi kerja perjuangan FPPI 2006-2009 yang berbunyi “Penataan dan Penguatan Integrasi Organisasi untuk Mendorong Manifestasi FPPI sebagai Gerakan Ekstraparlementer Berbasis Pemuda” , mensaratkan kita untuk segera melakukan upgrading kapasitas sumber daya organisasi secara nasional baik di tingkatan ideologisasi ataupun penempaan kapasitas skill Community Organizer (CO) guna melahirkan rasionalisasi bersama atas perkembangan situasi kontemporer serta sebagai media antar kader-kader FPPI se-Indonesia Raya untuk melakukan re-konsolidasi sistem kerja FPPI secara nasional sebagai tahapan awal public space rational discourse untuk konsolidasi nasional bersama seluruh kaum pergerakan Indonesia dan NGO/LSM kerakyatan menuju pembebasan nasional demi terwujudnya demokrasi kerakyatan yang sejati.

kegiatan yang dilaksanakan di Jakarta pada Selasa, 24 Juli 2007 – Kamis, 2 Agustus 2007 dan diikuti sedikitnya 50 peserta dari berbagai kota di seluruh Indonesia ini berTUJUAN :

1. Mentransformasikan basis nilai nasional demokrasi kerakyatan menjadi tradisi berfikir dan epistemologi pengetahuan dalam mengapresiasi perubahan sosial
2. Mentransformasikan organisasi sebagai alat dan mekanisme perjuangan
3. Melahirkan rumusan-rumusan taktik dan strategi memenangkan tujuan-tujuan gerakan di wilayah basis dan wilayah pergerakan
4. Memperluas dan mengamulasi resources pergerakan (sektoral & non sektoral) pada wilayah pengorganisasian kualitatif-kuantitatif
5. Menyerap sumber daya pergerakan sebagai motor dan pelaksana organisasi

sementara TARGETAN yang ingin dicapai antara lain:

1. Terbangunnya rekonstruksi dan rasionalisasi proyeksi pergerakan FPPI sebagai manifestasi pergerakan ekstra parlementer berbasis pemuda
2. Terhimpun dan terkonsolidasikannya gagasan-gagasan progresif berbasis nasional demokrasi kerakyatan
3. Terinternalisasinya organisasi ke dalam tubuh subjek gerakan dengan mengejawantahkan sikap dan tindakan yang tertib, disiplin dan organik
4. Terjadinya akumulasi-akumulasi baru sumber daya (kader) pergerakan



No comments: