6.4.08

Polisi Hutan dan Polres Pandeglang Tangkap Anggota Serikat Tani Ujung Kulon

Dua orang warga ditangkap dan ditahan. Semena-mena, tanpa surat pemberitahuan penangkapan. Kejadian tersebut berlangsung saat malam. Kampung Legon Pakis, kecamatan Sumur, kabupaten Pandeglang.

Suhendi (37 tahun), ditangkap di rumahnya. Aparat Kepolisian, dan polisi hutan yang menumpangi dua kendaraan datang tanpa surat pemberitahuan penangkapan. Mereka mendobrak pintu rumah milik Suhendi hingga rusak. Polisi meneriakkan kata-kata makian, memborgol dan menutup mata Suhendi dengan lakban. Sebelumnya, aparat kepolisian juga menangkap Walma (32 tahun). Walma mendapat perlakuan yang sama dengan Suhendi. Tangan diborgol, mulut disumpal. Keesokan paginya di polres Pandeglang, barulah lakban penutup mata dan mulut dibuka.

“ Mereka menebang pohon untuk membuka lahan. Tapi yang mereka buka bukan kawasan hutan inti.” Ujar Suhaya, tokoh masyarakat yang juga ketua STUK. Suhaya menambahkan bahwa masyarakat berhak untuk mengelola tanahnya.

Tahun lalu. Satu orang warga mati ditembak polisi hutan atas tuduhan yang sama. Kematian Komar, menimbulkan solidaritas warga kampung. Kontan saja, pos jaga polisi hutan, dan dua kendaraan bermotor dibakar. Hingga kini, pos jaga polisi hutan dibiarkan terbengkalai oleh pengelolan TNUK.

Konflik Tanah Ujung Kulon
Konflik tanah di wilayah Ujung Kulon bermula dari keinginan TNUK memperluas area. Mereka memajukan tapal batas secara sepihak, tanpa melakukan musyawarah pada warga dan aparatus desa. “ Kakek kita sudah tinggal lama di sini, masyarakat juga melakukan kewajiban dengan membayar Pajak Hasil Bumi dan Pajak tanah,” ujar Kamirudin. Suhaya menjelaskan bahwa tapal batas itu masih ada. “ Tapal batas mulai dari sungai Cilintang di sebelah barat, dan gunung Honje di sebelah timur. Sekarang TNUK maunya batas wilayah masuk sampai ke kampung pemukiman.”

Budi Sihabudin menjelaskan bahwa TNUK seharusnya mempertimbangkan kewajiban yang telah ditunaikan masyarakat, sebelum menuduh masyarakat merambah hutan.
“ Selama ini masyarakat melakukan kewajiban membayar pajak, mereka juga memiliki sertifikat tanah. Tidak ada itu masyarakat melakukan penebangan liar di hutan.”

Hal ini juga dipertegas Suhaya. “ Sejak jaman nenek moyang, kita sudah tinggal di sini. Di sini berlaku hukum kampung, untuk tidak merusak hutan. Kalau mau menggunakan kayu, warga harus menanamnya jauh-jauh hari.”

Tahun lalu, perwakilan masyarakat Ujung Kulon mendatangi kantor Komnas HAM dan BPN di Jakarta. Mereka juga telah melakukan koordinasi dengan BPN wilayah, yang merekomendasikan untuk melakukan pengukuran ulang. Tapi sampai hari ini, belum pernah dilakukan pengukuran ulang tapal batas.

“Pengukuran ulang harus segera dilakukan. Kalau tidak dilakukan, akan terus terjadi konflik seperti ini.” Tandas Budi.

No comments: